Wilayah Kerja Balai Mangrove Bali
Balai Mangrove Bali (BPHM Wilayah I) memiliki wilayah kerja yang cukup luas, yakni; meliputi 19 provinsi di Indonesia yang terdiri dari provinsi-provinsi yang berada di Pulau Jawa, Pulau Sulawesi, Pulau Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Pulau Sulawesi, seluruh Maluku dan Pulau Papua.
Demikian pula dengan Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah II memiliki wilayah kerja meliputi seluruh provinsi di Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan.
Adapun kedua institusi pengelola mangrove yang memiliki wilayah kerja yang cukup luas ini, terbentuk demi mengakomodasi kepentingan mendesak pemerintah melalui Kementerian Kehutanan dalam pengelolaan hutan mangrove Indonesia secara khusus, karena satu alasan kuat bahwa ekologi hutan pantai dan hutan mangrove sangat berpengaruh kuat secara langsung kepada ekologi laut Indonesia.
Dan seperti yang diketahui bersama bahwa, Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki wilayah luas laut menurut kedaulatan dan hak soverign atas sekitar 6.000.000 km persegi, sesuai ratifikasi UNCLOS 1982 dengan Undang-Undang Nomor 17/1985, dan UNCLOS 1982 itu sendiri telah diberlakukan sejak 16 November 1994 - seperti yang diungkap oleh Prof. Hasyim Djalal, Pakar Hukum Laut Indonesia (Tabloid Diplomasi edisi online tanggal 27 Februari 2013, yang berjudul Wilayah Laut Indonesia 60 Kali Lebih Luas.)
Maka dipandang perlu dilindungi unsur ekologi kelautannya melalui pengelolaan hutan mangrove dan hutan pantai yang lestari dan berdaya guna, secara tepat.
Dampak berkelanjutan dari pengelolaan hutan mangrove dan hutan pantai yang secara khusus oleh Balai Pengelolaan Hutan Mangrove ini, akan berdampak langsung pada keberlangsungan hidup ekosistem laut dan pantai. Yang pada akhirnya akan memberi dampak nyata secara langsung kepada kehidupan perekonomian laut dari segi hasil tangkapan ikan oleh masyarakat pesisir dan nelayan di seluruh wilayah Indonesia baik yang berada di pulau-pulau besar maupun di pulau-pulau terluar di perbatasan dengan negara lain. Keberadaan masyarakat nelayan Indonesia di wilayah ruang maritim terluar dan perbatasan ini sendiri, sangat diharapkan terus keberadaannya. Salah satu upaya serius yang nyata dan dapat dilakukan oleh pemerintah adalah melalui peningkatan daya dukung hutan mangrove dan hutan pantai yang akan berdampak langsung kepada hasil supply ikan dan hasil laut lain.
Untuk itu, kekhususan pengelolaan hutan mangrove dan hutan pantai inipun di pandang perlu dilakukan oleh institusi khusus di bidang mangrove melalui teknis pengelolaan mangrove yang spesifik, melalui Balai Pengelolaan Hutan Mangrove, sebagai bentuk pertanggung jawaban pemerintah kepada bangsa ini dan generasi-generasinya di masa sekarang maupun masa yang akan datang.
Kelebihan lain dari dari segi ekologi pada hutan mangrove adalah daya supply oksigen yang dilepas ke udara jauh lebih tinggi di banding hutan daratan. Itulah alasan berikut mengapa pengelolaan hutan mangrove dan hutan pantai perlu mendapat perhatian khusus dalam pengelolaan dan pemanfaatannya secara lestari dan berdaya guna melalui institusi pengelolaan mangrove, yakni Balai Pengelolaan Hutan Mangrove.
Manfaat lain dari hutan mangrove itu sendiri, hingga saat ini telah berkembang pesat seiring dengan keberadaan Balai Pengelolaan Hutan Mangrove di Indonesia. Selain memberi manfaat ekologi juga telah memberi manfaat ekonomi diantaranya dari aspek pariwisata dan aspek hasil hutan bukan kayu-nya (HHBK Mangrove). Manfaat HHBK Mangrove seperti yang sudah dikembangkan oleh BPHM Wilayah I selama ini adalah; dari beberapa jenis buah mangrove dapat diolah menjadi bahan pangan seperti sirup, beras mangrove, kue, dodol, permen, kerupuk dan selai. Selain itu buah mangrove juga dapat juga diolah menjadi bahan kosmetik diantaranya lulur, bedak dingin dan sabun cair.
Dari berbagai manfaat dan dampak dari manfaat itu sendiri, pengelolaan hutan mangrove sudah selayaknya perlu mendapat perhatian khusus dalam pengelolaannya melalui kedua lembaga ini, Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah I di Denpasar dan Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah II di Medan.
Demikian pula dengan Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah II memiliki wilayah kerja meliputi seluruh provinsi di Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan.
Adapun kedua institusi pengelola mangrove yang memiliki wilayah kerja yang cukup luas ini, terbentuk demi mengakomodasi kepentingan mendesak pemerintah melalui Kementerian Kehutanan dalam pengelolaan hutan mangrove Indonesia secara khusus, karena satu alasan kuat bahwa ekologi hutan pantai dan hutan mangrove sangat berpengaruh kuat secara langsung kepada ekologi laut Indonesia.
Dan seperti yang diketahui bersama bahwa, Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki wilayah luas laut menurut kedaulatan dan hak soverign atas sekitar 6.000.000 km persegi, sesuai ratifikasi UNCLOS 1982 dengan Undang-Undang Nomor 17/1985, dan UNCLOS 1982 itu sendiri telah diberlakukan sejak 16 November 1994 - seperti yang diungkap oleh Prof. Hasyim Djalal, Pakar Hukum Laut Indonesia (Tabloid Diplomasi edisi online tanggal 27 Februari 2013, yang berjudul Wilayah Laut Indonesia 60 Kali Lebih Luas.)
Maka dipandang perlu dilindungi unsur ekologi kelautannya melalui pengelolaan hutan mangrove dan hutan pantai yang lestari dan berdaya guna, secara tepat.
Dampak berkelanjutan dari pengelolaan hutan mangrove dan hutan pantai yang secara khusus oleh Balai Pengelolaan Hutan Mangrove ini, akan berdampak langsung pada keberlangsungan hidup ekosistem laut dan pantai. Yang pada akhirnya akan memberi dampak nyata secara langsung kepada kehidupan perekonomian laut dari segi hasil tangkapan ikan oleh masyarakat pesisir dan nelayan di seluruh wilayah Indonesia baik yang berada di pulau-pulau besar maupun di pulau-pulau terluar di perbatasan dengan negara lain. Keberadaan masyarakat nelayan Indonesia di wilayah ruang maritim terluar dan perbatasan ini sendiri, sangat diharapkan terus keberadaannya. Salah satu upaya serius yang nyata dan dapat dilakukan oleh pemerintah adalah melalui peningkatan daya dukung hutan mangrove dan hutan pantai yang akan berdampak langsung kepada hasil supply ikan dan hasil laut lain.
Untuk itu, kekhususan pengelolaan hutan mangrove dan hutan pantai inipun di pandang perlu dilakukan oleh institusi khusus di bidang mangrove melalui teknis pengelolaan mangrove yang spesifik, melalui Balai Pengelolaan Hutan Mangrove, sebagai bentuk pertanggung jawaban pemerintah kepada bangsa ini dan generasi-generasinya di masa sekarang maupun masa yang akan datang.
Kelebihan lain dari dari segi ekologi pada hutan mangrove adalah daya supply oksigen yang dilepas ke udara jauh lebih tinggi di banding hutan daratan. Itulah alasan berikut mengapa pengelolaan hutan mangrove dan hutan pantai perlu mendapat perhatian khusus dalam pengelolaan dan pemanfaatannya secara lestari dan berdaya guna melalui institusi pengelolaan mangrove, yakni Balai Pengelolaan Hutan Mangrove.
Manfaat lain dari hutan mangrove itu sendiri, hingga saat ini telah berkembang pesat seiring dengan keberadaan Balai Pengelolaan Hutan Mangrove di Indonesia. Selain memberi manfaat ekologi juga telah memberi manfaat ekonomi diantaranya dari aspek pariwisata dan aspek hasil hutan bukan kayu-nya (HHBK Mangrove). Manfaat HHBK Mangrove seperti yang sudah dikembangkan oleh BPHM Wilayah I selama ini adalah; dari beberapa jenis buah mangrove dapat diolah menjadi bahan pangan seperti sirup, beras mangrove, kue, dodol, permen, kerupuk dan selai. Selain itu buah mangrove juga dapat juga diolah menjadi bahan kosmetik diantaranya lulur, bedak dingin dan sabun cair.
Dari berbagai manfaat dan dampak dari manfaat itu sendiri, pengelolaan hutan mangrove sudah selayaknya perlu mendapat perhatian khusus dalam pengelolaannya melalui kedua lembaga ini, Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah I di Denpasar dan Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah II di Medan.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar